Selasa, 02 Desember 2008

Manajemen Medis Luka Bakar Fase Akut

Pencegahan infeksi

Infection control adalah komponen utama dalam manajemen luka bakar. Infection control dibutuhkan untuk manajemen luka bakar untuk mengontrol transmisi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi atau kolonisasi. Infection control itu meliputi penggunaan sarung tangan, penutup kepala, masker, penutup sepatu, dan apron plastik. Staf dan pengunjung tidak diperbolehkan untuk kontak dengan klien jika memiliki infeksi kulit, saluran gastrointestinal atau pernapasan.


Memberikan support metabolik

Mempertahankan nutrisi yang adekuat selama fase akut dalamluka bakar adalah penting dalam membantu penyembuhan luka dan pengontrolan infeksi. BMR bisa meningkat 40-100% lebih tinggi dibandingkan normal, tergantung luasnya luka. Pemberian nutrisi yang agresiv dibutuhkan untuk menangani peningkatan kebutuhan energi untuk membantu penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak diinginkan.


Meminimalisir nyeri

Nyeri adalah masalah yang signifikan selama klien dirawat di rumah sakit. Selama fase akut, dilakukan percobaan untuk menemukan kombinasi medikasi dan intervensi yang tepat untuk meminimalisir ketidaknyamanan dan nyeri yang berhubungan dengan luka.


Perawatan luka

Pembersihan luka. Hidroterapi tetap menjadi pilihan utama dalam penangan luka bakar untuk membersihkan lukanya. Caranya adalah dengan pencelupan, penyiraman atau penyemprotan. Sesi 30 menit atau kurang hidroterapi optimal untuk klien dengan luka bakar akut. Waktu yang lebih lama dapat meningkatkan kehilangan sodium melalui luka bakar dan dapat menyebabkan kehilangan panas, nyeri dan stress. Selama hydroterapi, luka dicuci dengan salah satu jenis larutan. Perawatan dilakukan untuk meminimalisisr perdarahan dan mempertahankan temperatur tubuh selama prosedur. Klien yang tidak dapat diikutkan hydroterapi adalah mereka yang hemodinamiknya tidak stabil dan mereka yang menjalankan cangkok kulit. Jika hydroterapi tidak digunakan, luka dibersihkan ketika klien di atas tempat tidur dan sebelum pemberian antimicrobial agent.


Debridement. Debridement luka bakar adalah pengangkatan eschar. Debridemen luka bakar dilakukan melaluii cara mekanik, enxzimatik, dan bedah. Mekanikal debridemen dapat dilakukan dengan penggunaan gunting dan forcep dengan hati-hati untuk mengangkat dan menghilangkan eschar yang sudah mudah terlepas. Penggantian balutan basah-kering adalah cara efektif debridemen yang lain.

Enzimatik debridemen adalah dengan pemberian protealitic dan fibrinolitik toikal pada luka bakar yang dapat memudahkan pelepasan eschar. Enzimatik debridemen tidak digunakan secara luas karena memiliki beberapa efek samping yang serius.

Surgical debridemen adalah tindakan eksisi eschr dan penutupan luka. Awal eksisi surgical dimulai selama minggu pertama setelah cedera, segera sesudah klien hamiknya stabil. Keuntungan dari eksisi segera adalah mobilisasi lebih cepat dan mengurangi lamanya waktu hospitalisasi. Kerugiannya adalah risiko mengeksisi jaringan viable yng dapat sembuh dengan sendirinya.


Pemberian antimikrobial topikal

Awal penanganan luka deep partial-thickness atau full thickness adalah dengan anti mikrobial. Obat ini diberikan 1-2 kali setelah pembersihan, debridemen, dan inspeksi luka. Perawat mengkaji untuk pelepasan eschar, adanya granulasi atau reepitelisasi jaringan, dan manifestasi infeksi. Luka bakar diobati dengan teknik balutan terutup atau terbuka. Untuk metode terbuka, antimikrobial diolesi dengan tangan yang bersarung tangan dan luka dibiarkan terbuka tanpa dibalut. Keuntungannya adalah memudahkan untuk melihat luka, lebih bebas untuk bergerak, dan lebih mudah dalm melakukan perawatan luka. Kerugiannya diantaranya adalah peningkatan risiko hipotermia karena terekspos. Pada metode tertutup, balutan diberikan antimikrobial kemudian digunakan untuk menutup luka. Keuntungannya adalah menurunkan evaporasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka. Selain itu, balutan dapat membantu dalam debridemen. Kerugiannya adalah mobilitas terbatas dan berpotensi untuk penurunan keefektifan latihan ROM. Pengkajian luka juga jadi terbatas hanya padasaat penggantian balutan dilakukan.


Memaksimalakan Fungsi

Mempertahankan fungsi yang optimal klien dengan luka bakar adalah tantangan bagi seluruh anggota tim. Program individual seperti splinting, latihan, ambulasi, melakukan ADL, terapi penekanan sebaiknya dilakukan pada fase akut untuk memaksimalkan fungsi pada penyembuhan dan kosmetik outcome. Latihan ROM aktif dilakukan pada awal fase akut untuk meningkatkan resolusi dari edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi ssendi. Selain itu, ADL efektif untuk mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan sebaiknya dimulai segera setlah klien stabil secara fisiologis. ROM pasif dan peregangan harus menjadi bagian dari pengobatan harian jika klien tidak dapat melakukan latihan ROM aktif. Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi yang tepat dan mencegah atau memperbaiki kontraktur.


Memberikan suport psikologi

Periode terpanjang penyesuaian diri terjadi selama fase akut. Penderita luka bakar dewasa dapat menujukkan respon emosional dan psikologi yang bervariasi. Biarkan klien mengekspresikan kekhawatiran dan memvalidasi bahwa mereka ”normal” penting dalam pemberian dukungan. Jadi pendengan yang aktif dan biarkan klien membicarakan tentang kecelkaannya. Menceritakan kembali secaradetail dan berulang-ulang tentang kejadian sangat berguna untuk menurunkan kepekaan klien terhadap ketakutan dan mimpi buruk. Melibatkan klien dalam perawatan diri mereka sendiri membantu mereka untukmerasa adanya pengontrolan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Intervensi seperti ini telah terbukti efektif dalam mensuport kebutuhan psikologi klien.

Referensi:

Black and Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes. 7th edition. Missouri:Elsevier Inc

Minggu, 15 Juni 2008

Cacingan

Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia. Mulai dari yang gede-gede seperti cacing perut, sampai yang imut seperti cacing kremi. Tapi apa semua orang mau ngaku cacingan? Malu kali, soalnya penyakit ini biasanya diderita oleh orang “susah” dan gaya hidup yang kurang sehat (bersih). Dan apa semua orang paham dan memiliki pengetahuan yang benar tentang penyakit ini? Nanti dulu.

Berhubung parasit di tubuh jenis cacing cukup banyak macamnya, maka saya akan bahas salah satu saja, yang kepopulerannya cukup tinggi di masyarakat Indonesia. enterobius vermicularis (oxyuris vermicularis) atau cacing kremi.

Kalau orang kebanyakan menggunakan istilah cacingan atau kremi-an jika terinfeksi cacing ini, tapi istilah medisnya adalah enterobiasis atau oxyuriasis alias terinfeksi enterobius atau oxyuris. Penyakit ini hanya menyerang manusia, jadi bersyukurlah anda yang kremian karena hal itu memberikan sebuah fakta bahwa anda adalah manusia beneran.

Ta’aruf Dengan Oxyuris

Cacing betinanya berukuran 8-13 mm sedangkan jantan 2-5 mm. Cacing dewasa hidup di sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan sekum. Mereka memakan isi usus hospesnya.

Persetubuhan Mematikan


Perkawinan cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kawin dan cacing betina mati setelah bertelur. Cacing betina yang mengandung 11.000-15.000 butir telur akan bermigrasi ke daerah sekitar anal untuk bertelur. Telur akan matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.

Infeksi dan Penularan


Infeksi cacing kremi dapat terjadi karena dua hal, menelan (secara tidak sengaja tentu saja) telur matang atau larva dari telur yang menetas dari daerah sekitar anal pindah kembali ke usus besar. Telur matang yang tertelan akan menetas di usus 12 jari.

Penyebaran cacing kremi lebih luas dibandingkan cacing yang lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan misalnya asrama, panti.

Di berbagai rumah tangga yang beberapa anggota keluarganya mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan di lantai, meja, kursi, buffet, tempat duduk kakus, bak mandi, sprei, dan pakaian.

Penularan dapat dipengaruhi oleh penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah sekitar anal (autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi. Telur cacing dapat terisolasi dari debu sehingga debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh angina sehingga mudah tertelan.

Karena kemungkinan penularan pada anggota keluarga cukup tinggi, maka seluruh anggota sebaiknya diberi pengobatan bila ditemukan salah seorang anggota keluarganya mengandung cacing kremi.

Gejala Klinis


Kremi-an relative tidak berbahaya. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina karena cacing betina yang mau bertelur tadi sering bermigrasi ke sini. Penderita juga sering menggaruk daerah anusnya, dan biasanya pada malam hari sehingga terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Beberapa gejala lain yang ditemukan penyelidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, mengompol, cepat marah, gigi menggeretak, dan insomnia.

Dapat sembuh sendiri


Masih lekat diingatan saya waktu dosen parasitologi saya bilang “cacingan itu tidak perlu diobati, yang penting kita putus mata rantainya dia akan sembuh sendiri”. Ya, infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tak ada pengobatanpun infeksi dapat berakhir. Asalkan kita melakukan pencegahan dan peningkatan kebersihan. Misalnya kuku selalu dipotong pendek, tangan dicuci bersih sebelum makan. Anak yang cacingan sebaiknya memakai celana panjang ketika tidur, pakaian dan sprei dicuci bersih dan diganti secara teratur. Makanan dihindarkan dari debu dan tangan yang kotor.

Mitos Kelapa dan Cacing Kremi


Mungkin karena bentuknya yang mirip, tersebarlah sebuah mitos aneh (dan bodoh), “kalau makan kelapa parut nanti bisa cacingan”. Padahal teori generation spontanea sudah lama tumbang. Tidak mungkin dari daging bisa lahir belatung, dari tumpukan padi muncul tikus, dan begitu pula dari parutan kelapa jadi cacing kremi. Kecuali kalau di parutan kelapanya memang ada telur kreminya. Sungguh saya tidak berani membayangkan kalau mitos ini benar, bagaimana dengan makan pare belut atau terong ungu? Maka, malam-malam atau ritual buang air besar pasti menjadi ritual paling menyiksa dan menakutkan dalam hidup. Bukan cacingan lagi kalau begitu, uleran, atau nagaan.

Jumat, 13 Juni 2008

Kanker, Sudahkah Anda Tahu?

Beberapa hari yang lalu saya mengobrol dengan seorang guru. Kedua orang tua guru tersebut meninggal karena kanker kolon (usus besar), melihat latar belakang pendidikan saya dari kesehatan, praktis topik pembicaraan kami pagi itu tentang kanker. Tentang gejala, faktor risiko dan lain-lain. Beberapa bulan lalu juga ada seorang teman yang bertanya tentang kanker pada saya. Angka kejadian kanker di Indonesia cukup besar dan akan terus cukup besar dengan pola hidup dan lingkungan yang seperti ini, tapi sepertinya tidak cukup banyak yang tahu tentang kanker. Hal itulah yang memicu saya untuk meberi sedikit penjelasan tentang kanker di sini.

Sebelum masuk ke kanker, izinkan saya mulai dengan neoplasma (bukan apa-apa, saya bingung kalau ujug-ujug langsung ke kanker hehe)
Apa itu neoplasma?
Secara harfiah neoplasma berarti pertumbuhan baru. Menurut Sir Rupert Wilis, seorang onkolog dari Inggris, neoplasma ialah massa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus menerus meskipun rangsang yang menimbulkan/memulainya telah hilang. Jaringan yang abnormal ini tidak mempunyai tujuan, merugikan penderitanya dan tumbuh otonom.
Jadi kalau sel normal membelah secara terkendali dan seimbang dan akan berhenti ketika kebutuhan telah terpenuhi maka tidak demikian dengan neoplasma. Pembelahan neoplastik (bukan pembelahan normal) menimbulkan massa, menimbulkan pembengkakan/benjolan pada jaringan tubuh dan membentuk tumor.

Nah ketemu tumor, apaan tuh?
Sebenarnya istilah tumor mula-mula digunakan untuk pembengkakan akibat radang oleh sembab jaringan atau perdarahan. Tapi istilah untuk tumor yang neoplastik telah ditinggalkan. Jadi tumor berarti neoplasma yang menurut sifat bilogiknya dibedakan atas tumor jinak dan tumor ganas. Semua tumor ganas disebut kanker (cancer).

Ok, sudah jelas beda tumor dan kanker?
Jadi secara sederhana kanker adalah tumor yang ganas, yang terdiri dari jaringan yang sel-selnya aktif membelah bersifat menyaingi jaringan normal.

Atas dasar apa tumor dibedakan ada yang jinak dan ada yang ganas?
Didasarkan pada sifat biologiknya dibedakan atas tumor jinak (benigna), tumor ganas (maligna) dan terletak antara jinak dan ganas (intermediate)
Tumor jinak tumbuhnya lambat, tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh. Karena tumbuh menekan dan perlahan biasanya dibatasi jaringan ikat disebut kapsul atau simpai, sehingga tumor jinak biasanya berbatas tegas.
Tumor ganas umumnya tumbuh cepat, infiltratif dan merusak jaringan sekitarnya. Dapat menyebar ke seluruh tubuh dan sering menimbulkan kematian.

Menyebar ke seluruh tubuh? Kok biiisaaa?

Invasi sel kanker memungkinkan sel kanker menembus pembuluh darah, pembuluh limfe dan rongga tubuh sehingga dapat terjadi penyebaran.

Kenapa ada kanker stadium I, II, dan seterusnya?
Keganasan sebuah kanker ditentukan derajat atau tingkatannya(grading). Pada umumnya dibagi atas 4 tingkat derajat keganasan.berdasarkan derajat diferensiasi suatu tumor dan jumlah mitosis.
Penentuan stadium (staging) suatu tumor ganas berdasarkan ukuran tumor primer, ada tidaknya penyebaran ke kelenjar getah bening dan ada atau tidak penyebaran jauh (metastasis).

Lantas, apa yang menyebabkan kanker?

Segala sesuatu yang dapat menyebabkan kanker disebut karsinogen. Berdasarkan penelitian karsinogen dibagi menjadi 4 golongan: bahan kimia, virus, radiasi, dan agen biologic. Contoh karsinogen antara lain: HPA yang terdapat di asap rokok dan tembakau, zat pewarna amin, bahan aditif pada makanan, radiasi UV, beberapa jenis hormone dan parasit.

Bagaimana dengan faktor risiko?

Ada faktor-faktor tertentu yang meningkatkan risiko seseorang terkena kanker misalnya jenis kelamin, ada kanker tertentu yang spesifik menyerang jenis kelamin tertentu pula atau lebih tinggi risikonya, umur, ras, lingkungan (jenis pekerjaan, kebiasaan sosial), geografik, herediter (risiko lebih tinggi jika memiliki riwayat keluarga dengan kanker) dan penyakit pre-neoplastik.

Apa pengaruhnya pada penderita?

Baik tumor ganas maupun jinak dapat menimbulkan masalah bagi penderita. Biasanya karena tumor yang tumbuh menimbulkan tekanan pada alat penting disekitarnya maka bisa menyebabkan kerusakan pada alat tersebut atau sumbatan. Kematian jaringan bisa menimbulkan luka, perdarahan, infeksi. Invasi pada saraf dapat menimbulkan rasa sakit hebat. Penekanan pada pembuluh darah menimbulkan bendungan dan edema.
Pada umumnya penderita kanker menjadi kurus, badan lemah, anoreksia, dan anemia. Dan masih banyak masalah lain yang disebabkan oleh hormone.

Hal-hal apa saja yang bisa menambah kecurigaaan akan kanker?
Badan lemah, anoreksia, berat badan turun. Untuk menegakkan diagnosa lihat riwayat penyakit, riwayat keluarga, apakah ada yang pernah menderita kanker, riwayat social misalnya kebiasaan merokok, riwayat pekerjaan misalnya nelayan yang banyak terpapar sinar matahari, pekerja tambang yang banyak terpapar bahan kimia tertentu, jenis makanan dan asal geografik misalnya pengasapan ikan, daerah kejadian tinggi hepatitis B, riwayat seksual dan melahirkan anak berkaitan dengan tidak menikah dan melahirkan anak cenderung menderita kanker payudara, sedangkan wanita yang memulai kegiatan seksual pada usia muda dengan banyak pasangan seksual yang berbeda cenderung menderita kanker leher rahim.

Terus, apa yang harus dilakukan?
Menghindarkan diri dari pengaruh faktor penyebab kanker merupakan usaha pencegahan utama penyakit kanker. Jadi mulailah bergaya hidup sehat, makan makanan sehat tidak mengandung zat aditif, hindari merokok, jangan terlalu banyak kena paparan sinar UV (bisa item kaya gw nanti), dan lakukan general check up untuk deteksi dini penyakit (penting untuk keberhasilan pengobatan), untuk wanita lakukan SADARI (periksa payudara sendiri) secara berkala. Dan..jangan lupa berdoa, agar dihindarkan dari penyakit kanker.

Semoga bermanfaat…

Minggu, 11 Mei 2008

Aksi Nasional 12 Mei 2008

Oleh: Yudi Ariesta Candra

Pentingnya Undang-Undang keperawatan
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus profesional, sehingga para perawat/ ners harus memilki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu.

Saat ini 40% - 75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Swansburg, 1999). Hal ini dikarenakan telah terjadi pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi, bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI mengenai kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Dari sini kita dapat menyadari bahwa perawat berada pada posisi kunci dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masayarakat, sehingga diperlukan suatu regulasi yang jelas dalam mengatur pemberian asuhan keperawatan dan perlindungan hukum pun mutlak didapatkan oleh perawat.

Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keperawatan di Indonesia masih memprihatinkan. Fenomena “gray area” pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit dihindari. Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005 ) menunjukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung Puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan (57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas admisnistrasi seperti bendahara, dll (63,6%).

Pada keadaan darurat, “gray area” sering sulit dihindari. Dalam keadaan ini, perawat yang tugasnya berada di samping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari dokter, terutama di Puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola Puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai Puskesmas terutama di daerah-daerah terpencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai, dan tentu saja hal ini tidak mendapatkan perlindungan hukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan secara professional.

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Anda Pengunjung Ke